Beranda

14.3.11

MEMAHAMI BISNIS & MANAJEMENnya yuuuk....!

BERPIKIR SISTEM

Sama halnya dengan profesi lain, seperti kedokteran, hukum, dan akuntansi, manajemen sebagai profesi juga tunduk pada disiplin profesi yang merupakan aturan main atau koridor teritori ruang geraknya. Disiplin manajemen berorientasi pada pola pikir yang mengacu pada sistem, konsep, kebijakan, dan prosedur sebagai infrastruktur, di mana proses manajemen dapat berjalan secara efektif. Pada akhirnya, disiplin mengacu kepada efisiensi. Domain manajemen adalah efisiensi.

Berfikir secara menyeluruh pada saat ini masih merupakan wacana ketimbang kenyataan. Misalnya, pada tingkat departemen, tidak jarang praktik yang terjadi di lapangan adalag berpikir dan bertindak untuk departemen teknisnya sendiri. Memang ada ungkapan KISS: Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, Simplifikasi. Namun dalam praktik, hal ini tidak gampang diwujudkan. Masyarakat pun dengan nada sinis memberi singkatan baru pada istilah tersebut: “Ke Istana Sama-sama, Keluar Istana Sendiri-sendiri.”

Berpikir sistem adalah suatu disiplin berpikir secara utuh menyeluruh, masing-masing unsur merupakan bagian yang terjalin secara utuh sehingga menjadi satu keseluruhan yang bermakna. Ketika terlepas dari keseluruhan, masing-masing bagian ini menjadi tidak berarti. Sistem merupakan unsur yg terjalin dalam kesatuan dengan unsur lain sehingga dapat berfungsi secara keseluruhan.

Sistem Manajemen
Tidak terkecuali dalam disiplin menajemen, berpikir sistem mutlak diterapkan. Mutlak karena kita akan jauh lebih mudah memahami konsep manajemen manakala mereka ditempatkan dalam suatu kesatuan konteks yang lazim disebut sistem, dalam hal ini sistem manajemen. Pendekatan sistem ini bagaikan kita duduk di balkon sebagai satu pemandangan yang menyeluruh. Sudah seyogyanyalah kalau para manajer pertama-tama harus memikirkan konteksnya kalau bermaksud mengadakan perubahan atau  menciptakan konteks lain. Dengan memakai pendekatan sistem, peluang keberhasilan menjadi lebih besar.

Dalam kurun waktu tiga dekade, saya menjadi pimpinan puncak organisasi bisnis, bahkan birokrasi. Saya tidak pernah memiliki kekuasaan karena yang berkuasa adalah sistem. Saya tidak dapat berbuat sekehendak hati karena diatur dalam batas koridor sistem. Itulah sebenarnya fundamen utama dari sistem. Setiap kali bergabung dengan suatu organisasi, yang pertama-tama saya bangun adalah sistem. Sistem itu yang akan menjadi kekayaan organisasi secara berkesinambungan.

Ketika saya bergabung dengan Union Carbide pada dasawarsa 1970-an, sistem yang ada sudah mantap. Saya belajar banyak tentang sistem dan kegunaannya dari perusahaan multinasional tersebut. Kemudian, saya masuk Multi Bintang, yang ketika itu sistemnya belum terbangun dengan baik. Saya pun membangun sistem perusahaan tersebut. Ketika bergabung dengan grup Bakrie, perusahaan itu masih merupakan perusahaan keluarga meskipun dalam skala besar. Saya membangun sistem manajemen profesional di Bakrie. Itulah sebabnya Aburizal Bakrie, kendati pemilik, tidak dapat menandatangani cek karena penanda tangan cek dalam sistem diatur menjadi kewenangan direksi. Demikian pula ia tidak dapat menempatkan orang karena rekruitmen menjadi wewenang direksi.

Ketika menjabat sebagai Menteri Negara Pendayagunaan BUMN, pada awalnya saya tidak dibekali apa-apa. Kantor, staf, berkas, dan sebagainya, semuanya tidak ada. Pendayagunaan BUMN adalah privatisasi, maka pertama-tama saya membangun sistem yang berisi 32 langkah, dengan mengundang konsultan internasional. Dalam waktu sebulan, sistem itu terselesaikan sehingga dalam menjalankan tugas saya terbebas dari pengaruh kekuatan politik (depolitisasi), dan dapat bergerak lincah terbebas dari kelambanan atau inertia birokrasi (debirokratisasi).

Write by: Tanri Abeng, mantan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN.

MODEL BISNIS
Model bisnis adalah merencanakan bagaimana sebuah organisasi usaha akan memperoleh keuntungan ataupun mencetak uang. Pertanyaannya kini, apakah model bisnis ini hanya berlaku bagi institusi atau organisasi yang hanya bertujuan untuk mencari keuntungan? Persepsi umum inilah yang tidak tepat. Pada dasarnya, setiap organisasi hadir untuk menciptakan nilai (value) bagi siapa pun yang memiliki kepentingan terhadap institusi yang bersangkutan. Setiap bisnis atau organisasi menyelenggarakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan (customer), tidak terkecuali yang diperani oleh lembaga nirlaba ataupun birokrasi pemerintah. Oleh karena itu, setiap organisasi harus jelas siapa pelanggannya agar upaya pemenuhan kebutuhan berdasarkan konsep nilai –yang ditentukan oleh pelanggan, bukan oleh produsen- dapat diciptakan. Masyarakat pedesaan misalnya, yang kondisi infrastruktur –khususnya jalan-jalan yang masih kasar- akan menilai kendaraan yang memiliki daya tahan dengan aneka guna lebih berharga ketimbang kendaraan mewah yang biasanya diminati oleh orang-orang perkotaan. Melihat hal itu maka orientasi model bisnis, tidak bisa tidak, adalah ke pasar (market orientation).
Bagaimana dg organisasi nirlaba dan publik atau pemerintah? Misalnya, organisasi nirlaba yang bertujuan membantu pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus, pasarnya di mana? Kalau kita berasumsi bahwa produk berupa program pendidikan yang efektif yang dapat diaplikasikan bagi kehidupan mereka di masa depan, pasarnya tentu saja para donor atau relawan yang menyediakan dana dan tenaga untuk produk-produk tersebut. Bila ada organisasi nirlaba atau Non Government Organization (NGO) yg tdk melihat kepentingan para donor, dalam arti apa yang dianggap memiliki nilai (kepuasan) bagi para donor tidak memiliki business model yg pas untuk sifat organisasinya. Lalu, bagi sebuah pemerintah (pusat ataupun daerah), pasarnya adalah masyarakat luas yg merasa mendapatkan nilai atau manfaat dari keberadaan pemerintah, baik karena kebijakan (produknya) maupun pelayanan (jasanya). Ini tentunya berlaku pada sistem negara yang berbasis demokrasi. Sebaliknya, pada sistem terpusat atau authoritarian, orientsasi pasarnya terletak pada para penentu kebijakan atau pengambil keputusan, bukan pada masyarakat (citizen). Tatkala pertumbuhan ekonomi dan pembangunan didominasi oleh pemerintah melalui public sector driven growth, pasar bagi pelaku ekonomi sektor swasta adalah pemerintah. Dg demikian, berkembanglah manajemen lobby utk menguasai pasar pemerintah. Namun, pasar jenis ini pun memerlukan model bisnis yang sesuai dengan kondisi pasar.

(Tanri Abeng, mantan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN)